AhLaN WaSaHLaN To My BlogGer

Assalamualaikum

Sunday, April 11, 2010

Cinta Akhirat

TAPI, JANGAN LUPA NASIBMU DI DUNIA !!!

Mereka berkata bahwa sebagian kaum muslimin ketinggalan dalam sains dan teknologi akibat terlalu sibuk dengan urusan akhirat dan melupakan dunia.

Atas dasar apa mereka berkata demikian?

Adakah manusia yang sehat melupakan nasibnya di dunia, padahal dia sedang hidup di dunia?

Mungkinkan seseorang lupa terhadap apa yang sedang dialaminya?

Perlukah manusia diingatkan agar mereka mencari kenikmatan dunia?

Pernahkan anda membenci harta karena sibuk ibadah?

Sering terdengar ungkapan yang menerangkan bahwa Islam menganjurkan untuk mencari kekayaan. Dan menganjurkan agar kehidupan dunia seimbang dengan kehidupan akhirat. Anjuran tersebut sering didukung dengan menggunakan beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya firman Allah :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Ayat ini sering diartikan dengan kalimat: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” [QS. al-Qashash (28) : 77]

Pemahaman yang sama juga diambil dari firman Allah yang berisi do’a yang selalu Rasul amalkan dan beliau anjurkan kepada ummatnya untuk selalu berdu’a dengan ayat tersebut, yaitu firman Allah :

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Allah berilah kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan, dan selamatkanlah kami dari siksa neraka.” [QS. al-Baqarah (2) : 201]

Kebanyakan manusia menganggap bahwa kebaikan dunia adalah harta kekayaan yang berlimpah, jabatan yang tinggi, badan selalu sehat, pasangan hidup yang senantiasa menghibur dan lain-lain.

Kita yakin bahwa Rasul SAW adalah kekasih Allah, bila beliau berdo’a memohon apapun pasti Allah mengabulkannya. Dan beliau sering sekali berdu’a dengan do’a ini.

Apakah yang dimaksud dengan kebaikan dunia menurut Islam? Kalau sekiranya yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah harta kekayaan yang berlimpah, mengapa Rasulullah tidak terkenal sebagai konglomerat?

Kalau yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah jabatan terhormat, mengapa Rasulullah dimusuhi oleh sebagian masyakat Arab? Atau yang dimaksud dengan kebaikkan itu adalah panjang umur dan sehat selalu, mangapa beliau hanya hidup selama 63 tahun dan terkadang menderita sakit? Sementara diantara orang lain bahkan orang kafir ada yang mengalami hidup hingga lebih dari 100 tahun?

Disamping kedua ayat di atas ada lagi ayat yang sering dipahami dengan tafsirkan yang sama yang mengarah kapada materialism, yaitu firman Allah :

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Ayat ini sering diartikan dengan: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib satu kaum sehingga mereka sendiri merubahnya.” [QS. ar-Ra'd (13) : 11]

Sungguh banyak orang yang menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang pentingnya kemajuan pembangunan fisik dan materi. Padahal tanpa didukung oeh ayat al-Qur’an, umumnya manusia berlomba dalam mencapai kemajuan material. Karena itu apakah makna dukungan tersebut?

Ketiga ayat ini sering dijadikan argumantasi oleh sebagian penceramah dan muballig untuk mendukung kaum muslimin agar semangat mencari kehidupan dunia, meningkatkan pembangunan fisik dan materi serta mendoroang mereka agar dapat berlomba dalam teknologi dan sains.

Keterangan seperti ini bukan saja disampaikan melalui ceramah-ceramah akan tetapi juga disampaikan melalui media cetak hingga pemahamannya sudah demikian melekat pada benak khalayak ramai, karena telah diuraikan oleh orang-orang yang mereka pandang sebagai penasihat terkemuka atau ulama.

Sangat penting kiranya bagi kita untuk melakukan studi dengan memperhatikan hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, agar dapat diketahui lebih mendalam maknanya.

Ayat pertama firman Allah: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) dunia.” [QS. al-Qashash (28) : 77]

Apa yang dimaksud dengan nasibmu dari dunia? Tentu berbeda dengan nasibmu di dunia.

Untuk memahami ayat ini, sangat diperlukan kajian terhadap ayat sebelumnya yaitu firman Allah :

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri’.” [QS. al-Qashash (28) : 76]

Kalau kita perhatikan dengan cermat, kedua ayat ini ternyata menjelaskan pentingnya beramal untuk akhirat dan mengingatkan jangan tertipu dengan keni’matan dunia seperti halnya yang dialami oleh Qarun.

Namun kenapa banyak yang memahami ayat yang berbunyi وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا sebagai dalil pentingnya mencari kehidupan dan meningkatkan kekayaan dunia. Padahal bila dihubungkan dengan ayat sebelumnya, dapat diketahui bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang mendapat keni’matan banyak harta di dunia. Dan ayat ini mengarahkan mereka agar tidak terlena dengan kenimatan sesaat.

Mereka harus senantiasa ingat akan nasibnya dari dunia yang sangat sedikit dan sebentar. Bila kenikamatan yang sedikit ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kehidupan yang abadi tentu mereka akan menyesal untuk selamanya. Sementara sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai dorongan untuk meningkatkan kehidupan duniawi, padahal tanpa menggunakan ayat al-Qur’an pun kebanyakan manusia terus berlomba dalam mencari dan meningkatkan kehidupan dunia.

Sebaliknya, karena kesibukan duniawi yang tidak pasti ini, banyak sekali manusia melupakan tugasnya sebagai hamba dalam menghadapi hari akhirat yang pasti terjadi. Karena itu sangat diperlukan bagi mereka penjelasan tentang hakikat keni’matan dunia, bahwa keni’matan tersebut Allah sediakan demi bekal akhirat. Dan manusia diingatkan bahwa waktu yang tersedia untuk membekali diri demi kepntingan akhirat sangat terbatas. Karena itu janganlah manusia lalai akan keterbatasan waktu ini.

Ibnu Abi-Ashim mengatakan: “Yang dimaksaud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ bukan berarti jangan melupakan keni’matan lahir di dunia, melainkan umurmu. Artinya gunakanlah usiamu untuk akhirat.”

Dan Ibnul Mubarak juga berpandangan yang sama, ia berkata: “Yang dimaksud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ adalah beramal ibadah dalam taat kepada Allah di dunia untuk meraih pahala diakhirat.”

Dua ungkapan diatas bukanlah ungkapan yang baru melainkan kelanjutan dari ungkapan para pendahuluunya dari para ahli tafsir baik generasi shahabat, tabiin atau tabittabi’in.

Dalam menafsirkan ayat ini Ath-Thabari mengatakan: “Janganlah kamu tinggalkan nasibmu dan kesempatanmu dari dunia untuk berjuang demi meraih nasibmu dari akhirat, maka kamu terus beramal ibadah yang dapat menyelamatkanmu dari siksaan Allah.”

Dia juga mengutip beberapa ungkapan para shahabat, dianataranya:

Ibnu Abbas: “Kamu beramal didunia untuk akhiratmu.”

Mujahid: “Beramal dengan mentaati Allah.”

Zaid: ”Janganlah kamu lupa mengutamakan dari kehidupan duniamu untuk akhiratmu, sebab kamu hanya akan mendapatkan di akhiratmu dari apa yang kamu kerjakan didunia dengan memanfaatkan apa yang Allah rizkikan kepadamu.”

Dari beberapa pernyataan shahabat diatas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan “jangan melupakan nasibmu dari dunia” adalah peringatan jangan lalai terhadap kesempatan untuk beramal yang tidak lama lagi akan berakhir. Artinya menyuruh manusia agar mampu menggunakan semua karunia Allah demi keselamatan dan kemaslahatan akhirat.

Dengan demikian, maka makna ayat ini sangat erat hubungannya antara awal, tengah dan penghujung ayat. Dan tidak ada hubungan dengan perintah untuk berlomba dalam mencari kehidupan duniawi atau meningkatkan kemajuan ekonomi. Sebab tanpa perintah, umumnya manusia terus berlomba untuk meraih kehidupan dunia.

Namun demikian, justru pemahaman inilah yang lebih populer dan meyakinkan karena sering dikemukakan oleh orang-orang yang berpengaruh. Memang, tidak sedikit pandangan yang keliru tapi meyakinkan.

Pemahaman di atas juga sering di perkuat dengan ungkapan: Kerjakanlah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup abadi, dan kerjakanlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.

Meski tidak pernah ada yang mengatakan siapa yang meriwayatkannya, sebagian penceramah mengatakan bahwa ungkapan ini adalah sabda Rasul SAW. Penulis hingga kini belum menemukan bukti sebagai hadits nabi.

Terlepas dari perkataan siapa kalimat tersebut, yang jelas kalimat ini mengandung pepatah yang sangat bermanfaat bagi masyarakat bila dipahamai dengan tepat. Dan bila ditemukan ada pahaman yang kurang tepat atau keliru, sebagai hamba, kita terpanggil untuk mengemukakan apa yang dipandang lebih tepat.

Dengan harapan mudah-mudahan akan menjadi bahan pertimbangan. Menurut al-Qurthubi , kalimat di atas sejajar dengan ungkpan Abdullah bin Umar, ia berkata: “Bercocok tanamlah kamu seolah-olah kamu akan hidup abadi, dan beramallah kamu seolah-olah kamu akan mati esok hari.”

Sehubungan dengan kalimmat yang pertama yaitu keabadian hidup didunia al-Minawi berkata: “Yang demaksud dengan ungkapan tersebut adalah bahwa manusia apabila yakin akan hidup abadi maka akan berkuranglanglah hirsh-nya (cintanya kepada dunia) dan dia mengetahui bahwa apa yang diinginkannya pasti akan tercapai kendatipun ditempuh dengan rileks, sebab bila tidak tercapai hari ini maka akan diraih esok karena hidupku abadi.”

Karena itu, janganlah terlalu sibuk dalam urusan dunia sebab ada tugas lain yang lebih penting yaitu urusan akhirat. Dan dalam melaksanakan tugas demi meraih keni’matan akhirat, setiap hamba mesti merasa seolah-olah tidak ada kesempatan lain untuk melakukannya kecuali hari ini.

Maka bila sedang sibuk menghadapi urusan keduniaan kemudian mendengar panggilan Ilahi berupa shalat, da’wah, infaq, jihad dan lainnnya, maka sambutlah panggilan ini dan tinggalkanlah urusan dunia, karena kesempatan untuk menyambut panggilan ini tidak ada lagi waktu selain hari ini sementara untuk urusan dunia waktunya sangat lapang.

Sekiranya kalimat ini dari ungkapan Rasul, maka tidak dapat diragukan hadits Rasul adalah tafsir al-Qur’an yang pertama dan tepat untuk dijadikan sebagai rujukan utama dalam memahami al-Qur’an.

Dan apabila kalimat tersebut adalah ungkapan shahabat, maka sesungguhnya mereka adalah generasi pertama yang lebih memahami makna al-Qur’an dan yang menjadi tauladan bagi generasi berikutnya.

Karena itu pemahaman mereka adalah lebih tepat untuk diikuti dan dipercayai dibandingkan dengan pemahaman generasi berikutnya. Bila ditemukan pernyataan mereka tidak sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, maka besar kemungkinan yang tidak sesuai bukan pernyataannya akan tetapi pemahaman kita terhadap pernyataan tersebut. Wallahu'alam.

Cinta Kepada Allah

Firman Allah s.w.t.:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang mengangkat tandingan tandingan selain Allah, mereka mencintaiNya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al Baqarah, 165).
“Katakanlah jika babak-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri isteri, keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuwatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya, dan daripada berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya” (QS. At taubah, 24).
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
" Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya".
Juga diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Anas r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada tiga perkara, barang siapa terdapat di dalam dirinya ketiga perkara itu, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, iaitu: Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain hanya kerana Allah, benci (tidak mahu kembali) kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan kedalam api".
Dan disebutkan dalam riwayat lain: "Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum …"dst.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahawa ia berkata:
"Barang siapa yang mencintai seseorang kerana Allah, membenci kerana Allah, membela Kerana Allah, memusuhi kerana Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba tidak akan dapat menemukan lazatnya iman, meskipun banyak melakukan sholat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya".
Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah s.w.t.:
“ … dan putuslah hubungan di antara mereka” (QS. Al baqarah, 166). Ia mengatakan: iaitu kasih sayang.
Kandungan bab ini:
1-Penjelasan tentang ayat dalam surah Al Baqarah<73>.
2-Penjelasan tentang ayat dalam surah At Taubah<74>.
3-Wajib mencintai Rasulullah s.a.w. lebih dari kecintaan terhadap diri sendiri, keluarga dan harta benda.
4-Pernyataan "tidak beriman" bukan bererti keluar dari Islam.
5-Iman itu memiliki rasa manis, kadang dapat diperoleh seseorang, dan kadangkala tidak.
6-Disebutkan empat sikap yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kecintaan Allah. Dan seseorang tidak akan menemukan kelazatan iman kecuali dengan keempat sikap itu.
7-Pemahaman Ibnu Abbas terhadap realita, bahawa hubungan persahabatan antar sesama manusia pada umumnya dijalin atas dasar kepentingan duniawi.
8-Penjelasan tentang firman Allah: " … dan terputuslah segala hubungan antara mereka sama sekali. <75>"
9-Disebutkan bahawa di antara orang-orang musyrik ada yang mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat besar.
10-Ancaman terhadap seseorang yang mencintai kelapan-lapan perkara diatas lebih dari cintanya terhadap agamanya.
11-Mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah adalah syirik akbar.
____________________________________
Catatan Kaki:
<73> Ayat ini menunjukkan bahawa barang siapa yang mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya seperti mencintai Allah, maka dia adalah musyrik.
<74> Ayat ini menunjukkan bahawa cinta kepada Allah dan cinta kepada yang dicintai Allah wajib didahulukan di atas segala galanya.
<75> Ayat ini menunjukkan bahawakecintaan dan kasih sayang yang telah dibina orang-orang musyrik di dunia akan terputus sama sekali ketika di akhirat, dan masing-masing dari mereka akan melepaskan diri darinya.

Muhasabah Cinta Seorang Istri

Baik, ramah, cerdas, baik hati, pengertian. Itulah penjelasan singkat mengenai seperti apa calon suami saya jika ditanya setiap orang. Ada kebanggaan dalam diri ketika memperkenalkannya di hadapan keluarga, atau teman lainnya. Sifat-sifat baik itulah yang akhirnya mengokohkan kesimpulan dalam hati saya untuk maju ke arah yang tidak main-main, pernikahan.
Satu bulan menikah adalah masa-masa paling membahagiakan dalam hidup kami. Bahkan kebahagiaan ini melebihi kebahagiaan seorang mahasiswa yang lulus ujian dengan nilai cumlaude. Beberapa rencana ke depan segera kami susun. Keuangan, pendidikan, anak, dan lain-lain. Tapi rasa bahagia itu perlahan melunak, datar, dan akhirnya netral. Perlahan namun pasti, suami saya mulai menunjukkan perubahan sikapnya. Tak hanya dia, saya pun merasa jengah. Bosan rasanya tiap hari harus mengingatkan dimana menyimpan pakaian kotor, menyiapkan nasi di piring tiap pagi, padahal sudah jelas setumpuk piring berada di hadapannya. Tak hanya itu, ia pun lebih temperamental. Pulang kerja marah-marah dengan alasan capek. Ditanya baik-baik jawabnya membentak. Rasanya saya adalah istri termalang di dunia. Sepertinya saya telah salah memilihnya, salah dengan penilaian dan segala kebanggaan akan dirinya ketika masa sebelum menikah dulu, salah dengan segala persepsi akan kematangan pemikirannya.
Hampir dua bulan sudah saya tidak merasakan nikmatnya bumbu pernikahan. Semua berjalan seperti seseorang menikmati nasi goreng. Dari aromanya tercium begitu sedap, tapi ketika masuk ke mulut, tak lain ia hanyalah beberapa butiran nasi yang menjelma menjadi bentuk lain.
Adalah buku "Muhasabah Cinta Seorang Istri" yang kemudian menggugah hati saya untuk membenahi rumah tangga. Berusaha menerima Si dia apa adanya dan berusaha memperbaiki diri sendiri agar bermakna bagi kehidupannya.
Buku Muhasabah Cinta Seorang Istri mengajarkan kita bagaimana menghadapi berbagai macam karakter suami tanpa terkesan menggurui. Ada rubrik berjudul "Sersan (Serius tapi Santai)" yang berisi tips dan trik dalam menghadapi masing-masing karakter suami. Contoh-contoh disajikan dengan sebuah cerita pendek yang mengandung hikmah, hingga tanpa dikomando pun pembaca pasti berfikir "Bagaimana jika keluargaku seperti kisah itu" Kisah-kisah yang penuh hikmah dan inspiratif karya penulis-penulis terkenal yang tergabung dalam Forum Lingkar pena ini berhasil membuat para istri dan wanita lain, atau bahkan para pria merenung, memikirkan bagaimana rumah tangga mereka selama ini, dan mengumpulkan semangat yang tercecer untuk kembali membentuk sebuah keluarga yang harmonis, tenang, penuh kedamaian dan beraroma syurga.
Buku ini juga tepat bagi Anda para wanita yang akan melangsungkan pernikahan, sebagai bekal nanti ketika sudah memasuki dunia baru yang penuh misteri, bernama pernikahan.
Selamat membaca!

Fathimah : Buah Cinta Rasulullah Saw Sosok Sempurna Wanita Surga

Fathimah az Zahra adalah putri Nabi Muhammad saw., wanita yang paling
dikasihi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda,
“Fathimah adalah bagian dari diriku, siapa yang membuatnya marah,
berarti membuatku marah,” dan, “Niscaya Allah marah jika engkau
(Fathimah) marah, dan ridha atas keridhaanmu.”Fathimah,
selain berparas cantik (sehingga dijuluki ‘bidadari berwujud manusia’),
juga terkenal akan kecemerlangan pikiran dan kefasihannya. Ia juga
dijuluki sebagai Ummu Abiha (ibu dari ayahnya), karena perannya yang
begitu agung dalam kehidupan ayahanda tercintanya, Nabi Muhammad saw.
Singkatnya, Fathimah az Zahra adalah sosok wanita sempurna, baik
sebagai seorang anak, istri, ibu, maupun sebagai dirinya sendiri. Ia
adalah teladan bagi kaum wanita sepanjang masa.Mengapa Fathimah
bisa begitu dicintai Allah dan Rasul-Nya? Bagaimana ia meraih kedudukan
agungnya itu? Dalam buku ini, akan Anda temukan jawabannya. Buku ini
mengulas kehidupan mulia Fathimah az Zahra. Setiap aspek kehidupannya
benar-benar didalami, sehingga dengan membaca buku ini, niscaya kita
akan mampu meneladani sosok wanita sempurna itu.***Fathimah
az Zahra adalah seorang perempuan yang diciptakan Allah SWT untuk
menjadi sebuah tanda kekuatan-Nya yang menakjubkan dan tak tertandingi.
Allah Yang Mahaagung menganugerahi Fathimah limpahan keagungan yang
amat besar serta ketinggian derajat kemuliaan.Fathimah tumbuh
di rumah kenabian, di tengah limpahan kasih sayang Rasulullah saw. dan
Sayyidah Khadijah, membuatnya mampu meraih derajat tertinggi
kesempurnaan dan kecemerlangan. Allah SWT dan Rasul-Nya begitu
mencintai Fathimah. Beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya putriku
Fathimah adalah penghulu kaum perempuan dari awal hingga akhir zaman.
Ia bagian dariku dan cahaya mataku; ia bunga hatiku dan ia adalah
jiwaku.”Ibunda Anas bin Malik berkata tentang Fathimah,
“Fathimah bak bulan di malam purnamanya, atau matahari yang tak
tersaput awan. Ia putih dengan sentuhan warna mawar di wajahnya.
Rambutnya hitam, dan ia bercirikan keelokan Rasulullah saw.” Rasulullah
saw. pun bersabda, “Fathimah adalah seorang bidadari berwujud manusia.
Kapan pun kurindukan surga, kucium dia.”Ketika Fathimah dibawa
ke rumah Ali pada malam (pesta) perkawinannya, Nabi Muhammad saw.
memimpin, Jibril di sisi kanannya, Mikail di sisi kirinya, dan 70 ribu
malaikat mengiringinya. Para malaikat ini memuja dan memuji Allah SWT
hingga fajar. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Jika Allah tidak
menciptakan Ali, tidak ada yang setara bagi Fathimah.”Sebaik-baik
wanita surga adalah: Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad,
Asiah binti Muzahim, dan Maryam binti ‘Imrân.- Rasulullah sawBuku
yang ditulis oleh Abu Muhammad Ordoni ini bisa dikatakan yang
terlengkap (dalam bahasa Indonesia) berisi kisah lengkap perjalanan
hidup Fathimah.

6 Tanda Cinta Anak Kepada Ibu

Surga di telapak kaki Ibu. Banyak cara yang bisa dilakukan orang untuk menunjukkan rasa cintanya termasuk anak-anak. Anak-anak bisa melakukan apa saja sebagai bukti rasa cintanya terhadap sang ibu. Mau tahu apa saja tanda anak mencintai ibunya?
Tidak ada satupun di dunia ini seorang anak yang tidak mencintai ibunya, karena begitu besar perjuangan sang ibu dari sebelum melahirkan hingga melahirkan sang anak. Ada anak yang mengungkapkan langsung perasaan cintanya terhadap ibu, tapi ada juga yang mengatakannya lewat berbagai macam perbuatan.
Kadang ibu tidak tahu bahwa perbuatan tersebut adalah bukti cinta sang anak terhadap ibunya. Ini dia beberapa tanda cinta sang anak terhadap ibunya, seperti dikutip dari Babycenter, sebagai berikut:
  1. Bayi yang baru lahir menatap mata ibunya, sang bayi berusaha keras untuk mengingat wajah ibunya. Bayi yang baru lahir tidak mengerti mengenai hal yang lain di dunia ini, tapi bayi tahu bahwa ibunya adalah seorang yang penting untuknya.
  2. Bayi memikirkan sang ibu saat tidak ada di sampingnya. Bayi yang berusia 8 sampai 12 bulan mulai menunjukkan ekspresi wajahnya, saat ibunya tidak ada di dekatnya bayi akan mencari-cari dan tersenyum kembali saat melihat ibunya.
  3. Anak yang baru bisa berjalan, akan berlari ke arah ibunya saat jatuh atau merasa sedih. Anak kecil ini mungkin tidak terlalu mengerti dengan kata-kata "Aku cinta kamu" tapi apa yang dilakukannya bisa mengartikan lebih dari kata-kata tersebut.
  4. Anak memberikan bunga yang baru dipetiknya, gambar hati dari tulisan tangannya sendiri atau memberikan sesuatu yang lain sebagai tanda bahwa anak menyayangi ibunya melalui suatu pemberian.
  5. Anak meminta izin kepada ibunya setiap melakukan sesuatu. Perlakuan ini menunjukkan bahwa anak akan menuruti apa yang dikatakan sang ibu dan mulai bisa diajak kerja sama.
  6. Anak menceritakan mengenai rahasianya kepada sang ibu, seperti hal memalukan yang dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa anak percaya pada ibunya dan tidak malu untuk menceritakan apapun yang terjadi pada dirinya serta tidak malu untuk berpelukan dengan sang ibu di muka umum.
Jika anak Anda melakukan salah satu hal tersebut di atas, berarti itu bukti bahwa sang anak mencintai ibunya. Anak-anak mungkin belum mengerti apa artinya cinta dan sayang, tapi anak tahu bagaimana menunjukkan tanda bahwa sang ibu sangat berarti baginya.